Kamis, 24 Desember 2020

Me, Marriage, and Kids

me as my self

me as me at my marriage

me as me with my kids 

Kadang menjadi diri kita sendiri saja masih suka bingung harus seperti apa, bagaimana, 

pertanyaan -pertanyaan itu menjadi bagian dari proses mengenali diri sendiri yang panjang, 

ditambah lagi kita hidup bersama seseorang yang mungkin saja juga belum selesai dengan dirinya dimasa lalu

kita bertemu dan menikah, 

lalu hidup dengan banyak tanda tanya dalam diri sendiri dan

mengaharap menemukan diri kita yang lain saat menikah.

Foto oleh cottonbro dari Pexels

ternyata setelah menikah,

banyak urusan nya, 

kita yang beharap akan sedikit lega setelah menikah karena kegalauan sudah pada ujungnya

ternyata semua itu salah besar

menikah berarti menantang diri kita untuk semakin mengenal kita dan dia dengan cara yang sangat rumit.

rumit karena cara pandang cara hidup dan latar belakang tidak semudah itu dileburkan

antara iman, pahala dan juga keinginan hati kadang kala susah singkron

kadang saya sendiri suka merenung, andai saya orang yang sangat beriman, 

pastilah tak akan saya jadi kan permasalahan berbagai macam perbedaan-perbedaan.

saya akan diam dan berkeyakinan bahwa keimanan akan menyelesaikan

tapi nyata nya iman saya tipis, kembang kempis, kadang naik kadang turun, 

tipikal manusia super biasa. 

Foto oleh Alex Green dari Pexels

belum masalah kita dan dia selesai yang mungkin akan terus jadi dinamika  hadir lagi makhluk lain di antara kami, anak. 

anak membawa gen kami berdua, gen yang mungkin juga banyak galau nya, banyak ngambeknya. belum mengerti diri, belum mengerti dia, kita harus mengerti makhluk kecil ini, yang sangat super tergantung sama diri. 

Anak yang dulu sering kita dengar istilah malaikat kecil mendadak jadi diluar dugaan kalau sudah menangis merengek ngambek dan berteriak. 

butuh hati yang bahagia untuk tetap tenang dan biasa-biasa saja menghadapi kondisi yang mungkin tidak terlalu menguntungkan untuk ego. 

sekali menguntungkan ego maka akan ada pihak lain yang tersakiti. 

tapi syukurlah dari kerumitan menjalani fase hidup selanjutnya ini, tidak membuat saya merasa menyesal dan menolak untuk memiliki dia dan anak saya. 

syukurlah tidak menjadi penolakan alami dan penyesalan abadi, kadang penolakan dan penyesalan hanya bersifat temporer. 

secara harfiah saya malah merindukan nya ditengah sepi, 

ditengah kesempatan untuk sendiri saya malah merindukan nya. 

tak sedikit pun ingiin dan mau 

menukar mereka dengan apapun yang ada dunia

mereka menjadi harta, dan separuh jiwa yang rumit tapi tak harus di pecahkan. 


xx

_ifa_



Tidak ada komentar:

Posting Komentar